Pengalaman, Mimpi, Cita-cita, Man Jadda Wajada
Oleh : Agung Prabowo
Dewasa ini, di tengah minimnya pencapaian akhir dari sebuah tujuan yang hendak dicapai oleh semua orang, dalam kata lainnya sudah kandas di tengah jalan. Negeri 5 menara, baik dalam versi buku novelnya, dan juga versi filmnya, meskipun sebenarnya 2 versi itu sedikit berbeda cara penyajiannya tetapi 2 versi itu secara garis besarnya menampilkan sebuah alur yang saling terkait satu sama lain. Negeri 5 menara seolah mampu membuka ikatan tali ‘mati’ layaknya tali jahit, tali rapiyah, dan tali lainnya yang sudah diabaikan begitu saja oleh pemilik tali tersebut karena sudah tidak berguna Tak hanya membuka tali yang ‘mati’, negeri 5 menara seolah mampu menyambung tali yang sudah putus. Tali yang mati adalah tanda dari banyaknya rintangan dan halangan (masalah) yang kerap dihadapi oleh semua orang dan membuat mereka untuk sejenak melupakan impian dan cita-citanya selama ini. Tetapi, lama-kelamaan,semakin waktu berjalan seiring jarum jam yang bergerak kedepan, impian dan cita-cita itu pada akhirnya terlupakan begitu saja. Dan tali yang putus adalah tanda dari keputus-asaan seseorang yang dengan segala daya dan upayanya untuk meraih mimpi dan cita-citanya tapi selalu saja menemui kegagalan. Dan pada akhirnya mereka terpaksa memilih untuk memutuskan tali asanya, dan benar-benar melupakannya, alias tidak akan dikejar lagi mimpi dan cita-citanya di masa depan kelak. Untuk meyakinkan dirinya mereka berkata “cukup sampai disini”.
Sesungguhnya negeri 5 menara adalah salah satu film yang dapat dijadikan sebuah referensi hidup. Bukan saja menulis atau pekerjaan lainnya yang membutuhkan referensi agar hasil yang dicapai atau karya yang dihasilkan menjadi bermutu. Namun sesungguhnya hidup juga membutuhkan referensi, terlepas dari referensi yang harus kita anut pertama kali semestinya/harus bersumber pada Al-qur’an, serta sunah dan hadistnya. Dan referensi berikutnya yang harus kita telaah maknanya, dan kita ambil inti sarinya adalah berupa pengalaman. Pengalaman apa saja, tanpa terkecuali, asalkan pengalaman itu mampu menggerakkan hati dan pikiranmu untuk maju dan berkembang kedepannya. Asalkan pengalaman itu juga mampu membuat tegak berdiri layaknya tanaman yang kemarin baru diberi pupuk dan diberi air. Asalkan pengalaman itu juga mampu membuat cerah bersemangat layaknya bunga yang sedang merekah. Dan juga asalkan pengalamanmu itu mampu memberi senyum pada petani layaknya padi-padinya yang berhasil panen. Menonton film negeri 5 menara dan dari sana kawan dapat mengambil ilmu dan pengetahuan yang banyak dikandung di film tersebut, maka kawan sudah mendapatkan pengalaman itu, dan semestinya pengalaman itu bisa segera diaplikasikan ke dalam bentuk yang nyata. Dalam artian, dan jika diasumsikan mimpi dan cita-citamu seperti tali yang sudah ‘mati’, atau bahkan seperti tali yang sudah putus ?. Maka bersegeralah untuk berpacu dengan waktu. Sejatinya hidup ini bukan hari kemarin, ataupun esok hari. Hidup adalah hari ini, detik ini. Jadi, jika kita mampu berbuat atau melakukan hal yang kita bisa lakukan di hari ini, kenapa harus menunda untuk hari esok ?. Waktu ibarat pedang, dan pedangnya itu yang membuat tali mimpi dan cita-citamu putus jika kawan mengabaikan apa yang bisa dikerjakan di hari ini.
Dan perlu kita ingat secara baik, bahwa pengalaman tak harus kita rasakan atau alami. Karena kebanyakkan orang mempunyai perspektif bahwa pengalaman identik dengan apa yang telah mereka alami. Contoh kecilnya saja adalah, pengalaman dari para shahibul menara di film negeri 5 menara, cukuplah kita mencontoh hasil dari apa yang mereka capai, seperti melanglang buana ke menara-menara di belahan dunia. Mencontoh hasil dalam artian mengembangkan diri pribadi untuk menata hidup yang lebih baik lagi kedepannya demi meraih mimpi dan cita-cita yang kita inginkan.
Ketika kita membaca buku, menonton film, dan juga merasakan pengalaman-pengalaman terdahulu, sesungguhnya kita belajar dari ‘seorang guru’. Untuk buku, seorang guru itu adalah sebuah rangkaian kalimat. Untuk film, seorang guru itu adalah lisan dan visualnya. Dan untuk pengalaman, seorang guru itu adalah peristiwa yang tak mengenakkan. Semua menjadi guru dalam bidangnya masing-masing, karena hidup ini sesungguhnya kodratnya adalah belajar dan terus belajar. Belajar untuk menjadi baik, atau tidak belajar karena mungkin sudah puas dengan kondisi sekarang, atau tidak belajar karena tidak peduli apa dengan kondisi yang sekarang. Ini tergantung orang tersebut bagaimana mengolah pengalaman itu. Intinya jika ingin sukses di masa depan, maka bersusah payalah dahulu saat ini (kerja keras). Karena sukses itu sebuah proses, bukan instan.
Terkadang kita terlalu menganggap hal bahwa yang kita percaya itu benar, padahal tidak selalu begitu. Dan jika sudah pada putusan dari orang tua, maka putusan orang tua lah sejatinya kebenaran itu. Seperti halnya Alif dalam tokoh negeri 5 menara yang pada awalnya tidak menyetujui usulan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan Alif ke Pesantren Pondok Madani, karena sebenarnya Alif ingin melanjutkan SMA di kota Bandung, dan kemudian masuk ke kampus yang begitu ia idam-idamkan yaitu ITB (Institut Teknologi Bandung). Mungkin sebenarnya Alif telah diberikan hidayah oleh ALLAH swt untuk mau memilih mengikuti kemauan orang tuanya, meskipun disana (pesantren ) ia seperti tak begitu menikmati waktunya karena lebih memilih untuk menyendiri. Namun seiring berjalannya waktu, dan seolah sudah jenuh dengan kesendiriannya. Alif mulai menjalin persahabatan dengan teman-teman sebayanya yang juga mempunyai mimpi dan cita-cita yang tinggi. Mereka adalah Baso (Billy Sandy) dari Gowa, Atang (Rizky Ramdani) dari Bandung, Said (Ernest Samudera) dari Surabaya, Raja (Jiofani Lubis) dari Medan, dan Dulmajid (Aris Putra) dari Madura.
Mimpi dan cita-cita yang mereka ingin capai terdahulu, kini kian begitu menggoda ketika bersama-sama menghabiskan petang di bawah menara masjid yang menjulang tinggi menunggu adzan maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak-arak pulang ke ufuk. Disana, menurut mereka tergambar arak-arakan awan yang menjelma menjadi negara dan benua impian mereka masing-masing.
Dan sebuah rangkaian kata islami yang sakti membuat takjub seisi kelas yang terdiri dari shahibul menara tersebut. Bertindak sebagai contoh, pak guru memberikan pelajaran yang sangat berarti bahwa bukan tajamnya parang (yang berkarat) yang digunakan untuk membelah kayu, tetapi berangkat dari niat yang luhur dan kemauan yang besar lah yang mampu merubah hal menjadi mungkin. Dan mantera sakti tersebut berbunyi “Man Jadda Wajada” (Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses).
Memang sudah semestinya dalam menjalani hidup ini selalu mengupayakan yang terbaik. Begitulah makna yang terpendam dalam aksi Pak Guru yang membelah kayu dalam salah satu aksi di film negeri 5 menara. Karena sesungguhnya apa yang kita jalani di hidup ini adalah kehendak-Nya, atau bagian dari takdir kita. Kita hanya bisa melakukan yang terbaik dalam segala hal, untuk mencapai hasil yang baik juga kedepannya. Ini seperti sebuah hadits dari Bukhari Muslim yang berbunyi :
“Fa man ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarahu, wa man ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarahu. (Siapa yang berbuat seberat zarrah kebaikan pasti ia akan melihat hasil pahalanya. Dan siapa yang berbuat seberat zarrah kejahatan maka pasti akan melihat hasil balasan dosanya).”
Dengan melakukan hal yang terbaik di dalam segala hal, maka sesungguhnya kita telah berikhtiar dan bertawakal kepada ALLAH swt. Maka balasan untuk itu adalah diberinya hasil yang baik untuk orang-orang yang berikhtiar tersebut.
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
(Dan katakanlah) kepada mereka atau kepada manusia secara umum (”Bekerjalah kalian) sesuka hati kalian (maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu dan kalian akan dikembalikan) melalui dibangkitkan dari kubur (kepada Yang Mengetahui alam gaib dan alam nyata) yakni Allah (lalu diberikan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.”) lalu Dia akan membalasnya kepada kalian. (At-Taubah, 105)
Salam Man Jadda Wajada
OPINI :
Menurut artikel diatas kita dapat menilai apa itu "cita-cita". Yang semuanya berawal dari mimpi, keinginan menjadi pribadi yang kokoh dalam mencapai keinginannya. Agar dapat mencapai itu semua maka kita harus tetap fokus terhadap yang tujuan kita. Walaupun selalu ada arah rintangan yang akan menerjang kita harus melewatinya apapun caranya. Kalau ibarat pepatah mengatakan, "Berakit-rakit kita kehulu, berenang-renang ketepian". Maka dari itu cita-cita ini harus kita tanamkan pada usia dini agar kita mendapatkan tujuan hidup yang lebih bermakna. Apalagi setelah kita mendapatkan cita-cita tersebut kita akan merasakan bahagia yang sangat besar yang tiada tandingannya.
Setiap orang pasti mempunyai cita-cita, tapi tidak semua orang dapat mencapai cita-cita tersebut. Karena adanya perbedaan masing-masing pribadi manusia. Segala aspeknya kembali pada Yang Maha Kuasa. Semuanya sudah dituliskan pada masing-masing pribadi tersebut. Kita sebagai manusia biasa hanya bisa menjalankan apa yang telah digariskan tinggal bagaimana kita menyikapi dari itu semua. Jadi intinya cita-cita itu berawal pada mimpi, sikap terhadap cita-cita tersebut.
Cita-cita ini bersifat abstrak dan terlampau jauh dalam masanya. Dengan kata lain, cita-cita adalah keinginan sesorang terhadap masa depan ingin seperti apa bukan ingin seperti siapa.
Sering sekali ditemukan, manusia-manusia yang berkaca dirinya ingin seperti siapa bukan karna ingin seperti apa.
Nama : Bima Nur Syahputra
NPM : 21111489
Kelas : 1 KB 03
No comments:
Post a Comment